Bahasa Indonesia Menghadapi Tantangan Global
Sumber-Informasi.com - Kita menyadari masih banyak masyarakat kita yang belum memiliki perhatian dan kepedulian yang tinggi serta penghargaan terhadap bahasa Indonesia. Oleh karena itu, sudah sepantasnya dalam rangka memasuki era globalisasi sekarang ini, dan terlebih-lebih di masa yang akan datang, semua pihak yang terkait menyadari akan pentingnya menanamkan rasa kebangsaan (nasionalisme) pada setiap individu dengan cara menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam berbagai keperluan dan komunikasi. Tujuannya adalah agar bahasa Indonesia sebagai media komunikasi global semakin dihayati, diresapi, dan dipraktikkan secara efektif dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bersama dengan pembudayaan bahasa Indonesia serta gerakan disiplin nasional, patutlah kiranya kita merenungkan kembali masa sebelumnya ketika benih-benih kesadaran dan semangat kebangsaan Indonesia itu bermula dengan berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Itulah sebabnya tanggal itu diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Tujuan gerakan Budi Utomo adalah "kemajuan nusa dan bangsa harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri serta kebudayaan”. Selanjutnya, Budi Utomo berupaya memperingati cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat lewat persatuan semua lapisan masyarakat dan kemudian mengantarkan rakyatnya ke gerbang kemerdekaan Indonesia.
Cita-cita kebangsaan itu kemudian dilanjutkan oleh berbagai perhimpunan pemuda yang pada awalnya bersemangat kedaerahan. Pada tahun 1928, anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia dalam kongresnya yang kedua menyatakan kebulatan semangat dan menjungjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Dalam perkembangan sejarah dapat disaksikan bahwa bendera Merah Putih menjadi lambang tanah air yakni negara Republik Indonesia, lagu Indonesia Raya menjadi lambang kebangsaan Indonesia, bahasa Indonesia menjadi lambang persatuan semua suku bangsa.
Dalam pergerakan kebangsaan, bahasa nasional tidak dapat dipisahkan dari cita-cita pembinaan kepribadian atau identitas nasional yang mengatasi feodalisme-primordialisme-kesukuan. Bahasa Indonesia yang sebelumnya 1928 dinamakan bahasa Melayu, juga menjadi gerbang ke alam kemajuan. Sudah sejak 1908 pemerintah Hindia Belanda menjadikan Komisi Pustaka Rakyat yang kemudian bernama Balai Pustaka, menyebarkan terbitan dalam bahasa Melayu yang mengandung informasi praktis di bidang pertanian, pertukangan, dan kerajinan, juga menjadi persemaian bagi karya sastra yang baru.
Media Komunikasi
Setelah 73 tahun lebih Indonesia merdeka, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dan menakjubkan di berbagai sektor kehidupan dan kini telah menjadi media komunikasi pengungkapan pikiran dan pendapat yang sangat ampuh. Di semua sektor, perkembangan kosakata meningkat dengan cepat. Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam edisi terbarunya (1995) memuat lebih dari 75.000 tambahan lema dibandingkan dengan kamus E. St. Harahap 62 tahum sebelumnya. Demikian juga pengaruhnya telah berkembang ke manca negara. Bahasa Indonesia sekarang ini telah diajarkan di 29 negara.
Jika pada akhirnya tahun 1920-an penutur asli bahasa Melayu hanya berjumlah 4,9% di antara tiga puluh juta orang penduduk, maka dewasa ini kemajuan pemakai bahasa Indonesia (BI) sangat mengesankan. Di antara penduduk yang berusia lima tahun ke atas terlihat tiga kelompok. Pertama, anggota masyarakat yang memakai bahasa Indonesia sebagai Bahasa sehari-hari kira-kira 24 juta atau 15%. Kedua orang yang mengaku dapat berbahasa Indonesia tetapi tidak memakai sebagai media komunikasi sehari-hari berjumlah 107 juta atau 68%. Ketiga, orang yang belum paham Bahasa Indonesia masih 27 juta atau 17% dari jumlah penduduk. Diproyeksikan oleh BPS bersamaan dengan dimulainya era perdagangan bebas bagi negara-negara maju di kawasan Asia-Pasifik), semua orang Indonesia di atas lima tahun atau 215 juta orang dapat memahami bahasa Indonesia dengan berbagai tingkat kemahiran. Yang menarik dalam angka-angka statistik tersebut adalah bahwa jumlah yang belum paham bahasa Indonesia itu hampir "sama dan sebangun" dengan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
Angka-angka statistik yang disebutkan di atas menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kemahiran berbahasa Indonesia dengan tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia. Perolehan Bahasa Indonesia yang baik tercapai lewat pendidikan formal. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik yang bersangkutan dapat memakai dan mengungkapkan ekspresinya dalam Bahasa Indonesia yang baik dalam kehidupan sehari-hari. BPS juga menyajikan data angkatan kerja yang berumur sepuluh tahun ke atas yang pendidikannya maksimal SD sejumlah 78,1%; yang pendidikannya maksimal SLTP 10,7%; yang pendidikannya maksimal SLTA (SMU dan SMK) 9,7%; dan yang pernah duduk di perguruan tinggi berjumlah 1,5%.
Tantangan Global
Kepulauan Indonesia merupakan kawasan geografis yang luasnya sama dengan rentangan batas timur laut dan barat benua Eropa atau benua Amerika. Tidak kurang dari 300 bahasa dan logat yang dipakai oleh penduduk Indonesia yang terdiri atas 250 lebih suku bangsa. Lagi pula, bahasa-bahasa itu juga berbeda-beda dalam muatan budayanya. Hanya bahasa Indonesialah sebagai bahasa nasional yang mampu mendekatkan berbagai golongan, etnis, dan budaya, sehingga warganya dapat berkomunikasi dengan lancar dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang dianggap milik bersama ini juga memberikan kesadaran kepemilikan (belonging) pada satu tanah air dan satu bangsa.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan alamiah bahasa nasional, kontak budaya antarbangsa mengakibatkan pula kontak bahasanya. Budaya yang lebih berkembang sering menjadi sumber bagi pemungutan kata dan ungkapan yang kemudian diserap dan dipadukan dengan kosakata asli. Dulu, penyerapan itu berlangsung bertahun-tahun dan berangsur-angsur melalui berbagai budaya. Sekarang, penyerapan unsur asing dapat terjadi hanya dalam waktu yang singkat, satu minggu atau kurang, baik melalui media massa cetak maupun media elektronik, media sosial dan dapat menjangkau berjuta-juta manusia sekaligus.
Jika dulu kontak-kontak budaya yang memberi dorongan bagi diserapnya bahasa asing, maka sekarang kekuatan lain mendorong penyerapan bahasa asing itu dengan cepat, yaitu kebutuhan hidup dan tantangan globalisasi di berbagai sektor. Dorongan ini semakin kuat terasa dengan dunia luar, lebih intensif. Karena bahasa Inggris merupakan bahasa dalam globalisasi ekonomi dan perdagangan, tidaklah mengherankan manakala bahasa ini menjadi sangat dominan, juga dalam pemakainya di Indonesia.
Perlu Pembudayaan
Upaya pembudayaan Bahasa Indonesia harus bertolak dari dua visi. Visi pertama harus ada kesinambungan antara hakikat bahasa dulu dan sekarang. Artinya, bahasa nasional jangan kehilangan identitasnya. Itulah sebabnya, mengapa dewasa ini konsep baru sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan padanan Indonesianya. Jika penerjemahan itu menimbulkan kesulitan pemahaman, baru bentuk bahasa asing diserap bersamaan dengan konsepnya. Visi yang kedua adalah hasil penyerapan itu harus mampu mempertajam daya ungkap pemakai bahasa Indonesia dan harus memudahkan orang menyatakan isi akal budinya dengan cermat dan tepat. Jadi, penyerapan itu harus beriifat selektif.
Unsur bahasa asing yang mengisi kekosongan akan memperkaya bahasa Indonesia; sedangkan unsur yang berlebih dan mubazir lambat laun akan mengikis ciri-ciri dirinya. Patut dipertanyakan di sini, siapa yang menentukan seleksi ini? Ada yang berpandangan agar masyarakat yang menentukan karena bahasa itu adalah sesuatu yang hidup dan sangat bergantung pada selera masyarakat. Terhadap pandangan itu dapat diajukan pertanyaan lagi, siapa yang dimaksud dengan masyarakat? Sebab, kita ketahui betapa majemuknya masyarakat Indonesia.
Saat ini pemerintah mempercayakan perencanaan bahasa pada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud. Seleksi dan penetapan unsur baru dalam bahasa Indonesia masa kini selayaknya berupa hasil kerja sama antara Pusat Bahasa dengan para pakar dari berbagai bidang: ekonomi, hukum, ilmu pengetalpan, teknologi, pendidikan, seni budaya, dan sebagainya. Kerja sama itulah yang menyusun rambu-rambu serta garis haluan apa sebaiknya yang dimajukan, dan apa yang sepatutnya disingkirkan.
Yang penting dalam pembudayaan bahasa Indonesia adalah motivasinya. Apakah warga negara pemakai bahasa Indonesia didorong oleh pertimbangan laba-rugi semata-mata sebagai pengusaha, ataukah ada cukup ruang untuk diisi dengan motivasi lain yang juga penting? Masalahnya adalah apakah kita dapat mengenal benang merah, yakni motif yang berkelanjutan, antara cita-cita kemerdekaan, kebangsaan, dan bahasa nasional sebagai sarana persatuan dan sarana pembangunan? Antara cita-cita pembangunan bangsa (nation building) dan pengungkapan nation itu dengan bahasanya sendiri? Satu hal yang menakjubkan seluruh dunia ialah keberhasilan Bahasa Indonesia yang telah melancarkan integrasi nasional. Integrasi nasional tidak saja terjadi secara horisontal di antara suku bangsa, tetapi juga seeara vertikal antara berbagai lapisan masyarakat yang pluralistik.
Orang Jawa, misalnya, dapat berkomunikasi dengan orang Asmat lewat bahasa Indonesia yang mengatasi batas kesukuan. Selanjutnya, karena bahasa Indonesia bercorak kerakyatan, artinya tidak mengenal tingkat-tingkat bahasa seperti beberapa bahasa daerah yang terkemuka, maka bahasa itu dapat dipakai dengan leluasa antara golongan yang dituakan dengan yang lebih muda, antara golongan yang kuat dengan yang lemah, antara atasan dengan bawahan, antara pejabat negara dan rakyat biasa, dan sebagainya. Sebenarnya BI, tanpa disadari telah berhasil membuat kita bersikap lebih demokratis dan nasionalis.
Sikap bahasa seperti itulah yang membuat orang Indonesia menemukan kebangkitannya kembali dan berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain. Ia dapat dengan bangga mengatakan bahwa orang Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat, tuan di tanahnya sendiri, yang mampu menggunakan bahasa nasionalnya sendiri untuk semua kepentingan pada zaman modern ini. Setiap orang Indonesia, setiap unsur yang berhubungnn langsung atau tidak langsung dengan pengembangan Bahasa Indonesia seperti pers, media massa, instansi pemerintah maupun swasta, para pejabat, para pengusaha, pedagang, pendeknya seluruh lapisan masyarakat dituntut untuk menjadi unsur pembina Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pembudayaan ini perlu dilakukan terus menerus karena bahasa Indonesia berkembang dengan cepat dan semakin kuat tekanan atau pengaruh bahasa asing dalam era informasi dan globalisasi sekarang ini. Kita perlu menyadari bahwa tidak ada momentum yang lebih baik untuk memulai usaha ini, kecuali pada saat memperingati bulan bahasa dan sastra serta memasuki era informasi global.