Cerita Pendek Anak-anak : Teka-teki Damar
Sudah satu minggu ini di sekolah Raffi ada murid baru, pindahan dari Kota Padang. Damar Aji namanya. Selama satu minggu ini, saat jam istirahat. Damar tidak pernah ikut bergabung bermain bersama. Ia hanya duduk-duduk di bangku di depan kelas sambil menyantap bekalnya dan selalu sibuk membetulkan earphone yang terpasang tanpa kabel di telinganya.
“Raffi!” suara Bu Dewi wali kelas Raffi memanggilnya dari depan ruang kelas.
Segera Raffi menghampirinya. Dengan terengah-engah Raffi mengikuti langkah Bu Dewi masuk ke dalam kelas, lalu duduk di bangku terdepan tepat berhadapan dengan Bu Dewi.
"Raffi, kamu kan ketua kelas di sini. Tolong kamu ajak kawan-kawanmu agar mau bermain dengan Damar kawan baru kalian," pinta Bu Dewi dengan bersungguh-sungguh.
"Damar itu putra Pak Nardi, bapak kepala sekolah kita. Beberapa tahun yang lalu ia tinggal di Padang bersama neneknya. Namun, neneknya meningeal dunia tiga bulan yang lalu, jadi Damar pindah ke sini, agar bisa bersama ayahnya," ujar Bu Dewi panjang lebar.
Raffi hanya mengangguk saja, lalu kembali ke lapangan bergabung bersama teman-teman. Di lapangan, Raffi menyampaikan pesan Bu Dewi kepada teman-temannya.
"Aku sudah beberapa kali mengajak Damar bermain, tapi dia diam saja Raf!", ujar Bimo menceritakan pengalamannya.
"Aku juga mencoba membagi bekal pudingku kepadanya, tapi ia malah sibuk membetulkan earphone-nya," Gani ikut menimpali ucapan Bimo.
Kelihatannya, beberapa teman di kelas Raffi sudah mencoba bersikap ramah pada Damar, sayangnya Damar hanya menunjukkan sikap diam. Raffi jadi penasaran.
"Hallo Damar, sedang apa?" Raffi mencoba bersikap ramah pada Damar yang tengah meraut pensilnya.
Damar hanya memandangi Raffi, lalu mengambil pena bergambar jeruk dari tempat pensilnya, dan menuliskan sesuatu pada secarik kertas. Tak lama kemudian, Damar menyodorkan kertas itu pada Raffi. Saat Raffi melihat pada kertas itu, tak tampak sedikit pun ada goresan tinta. Kertas itu tampak polos, hanya ada bekas-bekas tekanan tangan Damar. Raffi hanya diam karena bingung, lalu ia mengantongi secarik kertas dari Damar itu. Keesokan harinya, Raffi kembali mencoba menyapa ramah pada Damar, tetapi lagi-lagi Damar hanya menyodorkan secarik kertas polos. Raffi pun menceritakan kelakuan Damar ini pada Kak Wilma, kakak perempuannya.
"Mana sini kertas-kertas dari Damar!" pinta Kak Wilma.
Raffi lalu memberikan beberapa carik kertas tanpa tulisan yang diperolehnya dari Damar. Dengan seksama Kak Wilma memeriksa kertas-kertas itu. Lalu Kak Wilma menyalakan setrikaan hingga cukup hangat, kemudian menggosokkan kertas-kertas tersebut dengan setrikaan. Ajaib! Raffi terperangah melihat beberapa baris tulisan di kertas yang sudah digosok dengan setrikaan hangat oleh Kak Wilma. Kak Wilma tersenyum melihat kelakuan Raffi adiknya.
"Temanmu Damar, menggunakan tinta khusus seperti cairan buah jeruk, yang akan tampak berwarna coklat jika terkena panas," ujar Kak Wilma menjelaskan.
Setelah semua kertas dari Damar selesai disetrika, Raffi dan Kak Wilma bersama-sama membaca tulisan-tulisan pada kertas tersebut. Lalu keduanya saling berpandangan, karena kini mereka mengerti alasan Damar tidak ikut bermain bersama teman-temannya, dan selalu sibuk dengan earphonenya.
Keesokan harinya, Raffi memperlihatkan kertas-kertas rahasia Damar kepada teman-teman dekatnya. Satu per satu mereka membaca isi kertas dari Damar. Akhirnya mereka beramai-ramai mendatangi bangku Damar.
"Maafkan kelakuan kami kepadamu akhir-akhir ini ya Damar," ujar Raffi mengawali pembicaraan kepada Damar, sambil mengajak Damar berjabat tangan. Teman-teman Raffi pun mengikuti menyodorkan tangan untuk berjabatan.
"Kami akan membantumu baik dalam pelajaran maupun saat bermain jika kamu merasa earphonemu tidak berfungsi baik," Bimo dan Gani hampir bersamaan memberi semangat pada Damar.
Akhirnya Damar dan semua teman-teman Raffi saling berjabat tangan dan saling menepuk pundak memberi semangat.
Sekarang Damar bisa tersenyum lega, karena ia kini punya teman-teman yang sudah paham akan keterbatasan fisiknya. Ia tidak bisa mendengar sejak mengalami kecelakaan, hingga pendengarannya harus dibantu dengan alat earphone. Namun, earphonenya sering terganggu fungsinya jika terguncang. Damar pun merasa senang teman-temannya bisa memaklumi keadaannya yang sulit berkomunikasi, karena sedikitnya kosakata yang bisa ditangkap telinganya, hingga ia sulit menirukan kata demi kata dengan fasih. [M. Nadzif H, Jl. Karawitan 81 Bandung]