Kisah Ular Sawah
Di pinggir telaga, di bawah rumpun bambu, hidup seekor ular sawah besar. Pada siang hari, ular itu bermalas-malasan dan tidur. Ular itu mencari makan bila hari mulai gelap. Hari itu, Ular Sawah belum makan. Saat Ular merenung, tiba-tiba dia mendengar suara mencicit. Dia mengangkat kepalanya. Suara cicit burung itu datang dari pohon randu tidak jauh dari tempatnya.
"Nggak salah lagi. Burung itu bersarang di pohon randu," kata Ular dalam hati. Dia merayap menaiki pohon. Di Sana, ada sebuah sarang burung tekukur berisi dua ekor anak burung yang sedang mencari induknya. Ular tidak mau melewatkan kesempatan, dan langsung menggigit seekor anak burung itu.
Sepeninggal ular, datanglah orang tua burung tekukur. Melihat anaknya tinggal seekor, mereka menjadi cemas. Lama dicari, namun anaknya tidak ditemukan. "Jangan-jangan ada orang yang mengambil anak kita," kata Burung Jantan. "Aku rasa tidak mungkin. Tempat ini hampir tidak pernah didatangi manusia," jawab Induk Burung.
Akhirnya, mereka sepakat mengamati dari atas pohon untuk melihat kemungkinan ada makhluk yang mencurigakan. Setelah mengamati cukup lama, mereka melihat ada benda panjang bergerak merayap. Benda itu tidak lain Ular Sawah.
“Lihat, bukankah itu seekor ular besar?" kata Induk Burung. "Benar! Tentu dia yang memakan anak kita. Kita harus membalasnya!" seru Burung Jantan. "Jangan marah dulu. Kita tanya dia baik-baik," jawab Induk Burung.
Keduanya lalu terbang ke bawah dan menghadang di tengah jalan. "Hai Ular, kami kehilangan anak. Tahukah kamu ke mana anak kami?" tanya Burung Jantan. "Mengapa kau tanya aku? Tempat tinggalmu aku tidak tahu;" kata Ular Sawah. "Sudahlah, jangan bohong, Ular. Lebih baik mengaku saja!" tambah Induk Burung.
Terjadilah keributan di antara mereka. "Di sekitar tempat ini tidak ada makhluk lain kecuali kau. Watakmu buas. Terkutuklah kau, Ular Sawah karena kau telah memakan anak kami!"
Dicaci maki seperti itu, Ular Sawah menjadi marah. Kepalanya diangkat tinggi-tinggi, matanya menyala-nyala. Ekor dan badannya bergerak. Tiba-tiba ekor Ular Sawah mengayun cepat dan melilit batang pohon randu. Batang pohon digoyang dengan kuat. Akibatnya, anak burung yang berada di sarang jatuh terkapar dan mati. Melihat anak yang tinggal satu-satunya mati, kedua burung tekukur menjadi marah. Diserangnya Ular Sawah dengan cara mencakar kepala dan mematuki tubuhnya. Ular Sawah kebingungan dikeroyok dua ekor burung. Buru-buru dia kembali ke sarangnya.
"Sudahlah. Mari, kita cari jalan yang lebih baik. Bukankah tidak jauh dari sini tinggal Nenek Bijak? Kita minta nasihat padanya. Bagaimana, kau setuju?" kata Induk Burung. Nenek Bijak itu adalah burung elang. Setelah merenung, Burung Jantan setuju. Keduanya terbang mendatangi Nenek Bijak, setelah mengubur anaknya. Sesampai di tempat Nenek Bijak itu, kedua burung bercerita. Nenek Bijak kemudian memberi tahu cara membalas perbuatan Ular Sawah. Kedua burung tekukur harus mencuri kalung putri raja yang sedang mandi di telaga.
Saat Putri mandi, kalung diletakkan di atas sebuah batu besar. Ketika pengawal lengah, kedua burung tekukur mematuk kalung itu. Para dayang dan pengawal yang melihat lalu menjerit karena kalung putri dicuri. Para pengawal pun mengikuti kedua burung tekukur terbang. Tepat di tempat sarang Ular Sawah, kalung putri dijatuhkan oleh kedua burung tekukur itu. Tiga pengawal segera melompat memasuki daerah telaga, tempat sarang Ular Sawah berada. Tiba-tiba mereka kaget, seekor ular sawah besar muncul. Cepat-cepat seorang prajurit melemparkan tombaknya. Prajurit yang membawa panah segera melepaskan senjatanya. Panah itu mengenai kepala Ular Sawah. Bermacam senjata bergantian melukai badan Ular Sawah. Akhirnya, Ular Sawah pun mati di sarangnya. Pengawal pun mengambil kalung putri. Sepasang burung tekukur itu menjadi lega. “Perbuatan baik atau buruk, tentu akan mendapatkan balasan. Tuhan itu Mahabijaksana," kata Induk Burung. [Fajar Muhammad Nashshar]